Pengikut

Poem of February ( Winter bring my apple )

Winter Bring My Apple

Actually, I know the apple
and grasshopper on the meadow,
when the wind blow my able,
why I just stay on the window ?

And let you go with the winter,
sing a song with a bad storm.
Where is my mind to understand the stranger ?
or I just do the way to keep a unique form?

Now, I am staying on my sit,
wait the sorrow with beautiful sparrow.

Puisi Januari ( Madu )

Madu 

Durai muram menanti rambumu
sepakati kau lagukan buru sendu
sesapi poriku dengan senyum gamang meramu
Aduhai.. goncang, getar, melabuh madu
entah mengapa aku tersandung malu ?

Puisi Januari ( Kacau )

Kacau

Melamun pagi hari..
berlumur secangkir teh kopi..
Tapi tak ada... kosong..
tak bertepi..

Api menyala pada ubun..
Sulit tuk padamkan.
Habisi rambutku, mataku, wajahku..
terlampau menekan..

Kulihat rautku, kusam, masam, muram, kubenamkan..
Menyeruak.. menuntut..
Berlaku saja...
Berdesir dengan plot-Nya..

Puisi Desember ( Kelapa Sunda )

Kelapa Sunda

Ini kali tiada juang untuk semua.
Menepis sepi pada riuh rentak belantara sesak.
Ku coba jejali otak dengan imajinasi melayang,
hilang bimbang terbayang imbang.

Jiwaku ini jiwa bebas..
tak kenal kekang melarang,
biarlah mauku sendiri tak perlu kalian beradu mengerti.

Jiwaku ini gamang..
berbalik menyerang bilaku mau,
tiada perlu kau paksa berlaku..

Kelapa sunda...

Kenalkah kau pada orang ini ?
Ataukah kelapa saja atau sunda saja yang kau tau ?
Iya benar..

Kau takkan bisa memadu kelapa dan sunda
jelas keduanya terpisah beda.

Malas sudahlah aku,
tuk coba pendam dalam kubur angan palsu..

Takkan mengerti....

Aku tiada pinta nian untuk itu.

Sudahlah aku sudahi,
tanpa bayangan palsu menjadi..

Puisi Januari ( Aku tersenyum saja tak apa )

Aku tersenyum saja tak apa

Sudah lama sejaksemburat palsumu menusukku,
menerpaku dengan senyum terelak.
Nyatanya kau dengan gemilang mengakak,
dan sisakan asap abu dalam aku

Belenggu aku dengan larikan waktuku.
Belantara hutan mahabba kekangkan rona romanku.
Bebaskanku ke ruang tanpa alur meragu.
Yakinkanku tuk abdi terdiam dalam peraduan itu.

Semburat itu hadapkanku pada kejora - kejora jingga,
menyandang maksud tanpa makna benar adanya.
Aku dengan kejoraku karena semburat itu,
bawaku menantang carut-marut pudar cakranya.

Mungkin dalam pikirku nyata tegak,
tentu dalam pikkirmu tiada berpijak

Angan - angan palsuku melonjak dengan khayal terbelalak,
sedangkan tiada aku dalam ruang berpendar itu kelak.
Yang ada mungkin momok sial yang melambai cekak.

Aku tersenyum saja tak apa.
Balasku meski sulit menyapa.
menyapu bersih ujungku, menebas tengahku.

Aku tersenyum saja tak apa.
Relakan rantai anggun itu mencekikku, menyeretku tak sadar.

Aku tersenyum saja tak apa.
Lidahku kelu mengucap, terpaksa hati ini jua yang berbuat,
melontar isyarat terimakasih sudah..
sudah bawa aku dalam jengkal manismu.


Puisi Januari ( Hempas )

Hempas

Seru serdadu batu mengusikku,
kalang kabut ku menghindar
tetap saja mereka menusukku,
hempaskanku hingga terpencar

Lamunanku kabur,
Terkurung sorotan kuning mempesona
Buatku jauh berlayar hingga jumpa tepi terhina.

Aku sadar tubuhku remuk, ambruk, terpuruk.
tindas,lepas dan kau pasti telah puas.
Melejit jauh mengajakku,
penuhi sadarku akan diriku.. kuterima.

Pasrah dalam benakku, itu saja..
Barangkali itulah usaha daya seorang hamba
Ikhlas dalam benak itu saja..
Memang inilah paham seorang hamba..

Bagaimanapun jua hamba hanyalah hamba,
yang tak punya daya tanpa ridho-Nya.

Puisi Januari ( Antara Dua Belati Bayangan )

 Antara Dua Belati Bayangan

Itu lagi menerpa derai semburat mimpi anai,
datang membayang merelung, merengkuh dengan hangat merapat
Jua suka merasuk dalam rusuk serasa damai..

Akal berontak giat, 
menarik diri dari ujung belati barat dingin mampat.

Dayaku?Apa?Tak kuasa ku menghambat.
Pertarungan buncah..
Gejolak terperangah kala nanar pijar melebar,
mendesaki ruang - ruang gelap sekap semu khayal mengarah..

Lelah.. itu lagi tak ada kali sudah sirna..

Kala pikir ini lengah, ujung belati timur merapat.
bawa rengkuhan kuat yang sopan mendekat.
Dengan dentuman lembut,
Menyapa, mengajak, menapak renggut sukar yang kian telah meraja lama

Haru... Dayaku?Apa? 
merahku meredup,
biruku menerang,
hijauku berangsur merayu,

Kuat.. belati ujung barat dan timur beradu dalam senyap pengap mendekap,
menyesakkan, mendesakku, terus buatku meragu,
mengejar dengan tatapan hangat menghajar,

Ahh sudahlah.. tutup jua yang akan bicara.

Puisi Desember ( Berpaling )

Berpaling

Bermungkin sajak pasti telah tiba,
terlambat - lambat sangat padat

Ku tahu kau senang,
Kau tahu, ku tak
Kau, tak ku tahu
Padahal sedikit ujung terendus olehku..
Selebihnya? tidak..

Pecah... hati untuk ini
Bosan... goda - goda rasa api terbakar
Hampa... tiada terisi

Andai ia kembali lupakah ia pada semua?
Memori tiada tereka..
Kata tiada terekam..
Sajak tiada terpatri dalam sisi..

Kau itu..
Tak tahu isyarat anginku..
Tak peka akan purnama sempurnaku..

Berpaling mungkin?..
Luka bius menjangkitiku..

Puisi November ( Pedati Mati)

Pedati Mati

Galang perdu mengusung sembilu
Menggerogoti pedati mati

Mati hasta, mati depa, mati rupa
tapi tak mati daya..

Hunus waktu larikan lalu,
Terjang usang harum baru

Kemudian matinya telah ia lupa,
sampai hidup ia hirup

Satu lagu tetap ia padu,
lagu untuk menggertak nestapa uji jiwa

Damaikan qolbu lama pilu,
oleh gulungan semak perdu

Puisi Oktober ( Semoga saja, bukan )

Semoga Saja ,bukan

Ibarat pasir tak berlekuk
Bak Hujan tak berbaris
Semoga saja iya..

Terawang jauh mengupas segala
Horixon cakara berujung dunia
Semoga saja bukan..

Kala angin berkata lugas dan tak terjamah,
Akankah bisikan hangat itu menjamah telinganya?
Semoga saja..

Atau bahkan tajamnya yang justru melekat?
Semoga saja bukan..

Ya... dia berharap bukan itu
Bukan ragam pelepah kasar, bukan juga batu tajam menghadang
Semoga bukan..
Karena ia tak mengharap itu terjadi...

Tapi ingatlah satu hal,
Satu hal yang sangta tak boleh kau lupakan,
Satu hal apa itu?
Semoga saja.. kau tahu...

Popular Posts

Blogroll